_aru.hijab_
Aku merasa hari ini ada yang berbeda dengan sahabatku, Lira. Nggak biasanya dia seperti itu. Aku penasaran dengan apa yang bisa membuatnya begitu. Aku bergegas mendekati Lira yang dari tadi berdiri dan melongo di depan kelas.
“Hai Ra, ngapain berdiri di sini? Mending kita nga-puccino di
kantin”.
“Lihat mereka” Telunjuk Lira mengarah kepada teman-teman di kelas.
“Sumpaaah?? Kesambar apaan mereka pada pake hijab gitu” Mataku
melotot kaget.
“Tau dah, kan hijab lagi nge-tren”.
“Umm… Alhamdulillah deh. Ya udah, yo
kita ke kantin. Laperrrr nih”.
Sambil menikmati hangatnya cappucino
+ sari roti selai coklat, aku dan Lira sedang asyik browsing tentang tren
berhijab di kalangan remaja putri dan wanita saat ini. Aku membaca artikel dan
berita-berita tentang artis yang sekarang mulai berhijab. Katanya sih mereka
baru sadar bahwa hijab itu penting. Lira
juga membaca berita yang topiknya sama dengan yang aku baca. Aku dan Lira yang
sudah berjilbab sejak SD pun ikut berkomentar.
“Alhamdulillah”
Namun
di sela pembicaraan, Lira berpendapat bahwa para artis bukan sudah sadar akan
pentingnya berhijab, tapi mereka sedang mengikuti tren berbusana saat ini.
“Kenapa sadarnya pas lagi ngetren? Udah ada tuh contohnya,
Marshanda. Dulu dia juga pernah bilang kan? Bahwa dia sudah sadar akan
perntingnya berhijab, tapi sekarang?”.
“Hahaha… May be” sahutku.
Gara-gara membaca artikel-artikel
ini aku jadi teringat dengan teman-teman di kelas. Mereka berhijab dari hati
atau sedang hanya mengikuti tren ya? Huft.. lagi-lagi aku kepo-in kepribadian
orang. Pos-think dong.
“Sa, udah jam segini nih, masuk
kelas yuk”
Melihat jarum jam yang sudah
menunjukkan pukul 14.00 aku dan Lira bergegas masuk kelas. Saat kami sedang
buru-buru menuju kelas, aku bertabrakan dengan Dera yang kebetulan berlari ke
arah yang berlawanan. Lira hanya bisa melongo melihat aku dan Dera
terjatuh. Dera adalah siswi yang paling cantik di kelas XII. Dia dikenal
sebagai Princess 74 alias Princessnya siswa-siswi Angkatan 74 SMA Cempaka
dengan gaya rambut yang gonta-ganti dan cat kuku yang setiap tiga hari sekali
berbeda corak. Yang bikin Lira melongo adalah Dera juga berhijab! Wow!. Aku
berusaha berdiri dan segera membantu Dera merapikan buku-buku yang dibawanya.
Aku juga mencoba memberanikan diri untuk bertanya kenapa dia berhijab. Untuk
yang kedua kalinya muka Lira semakin heran. Dera menyatakan bahwa dia berhijab
karena sadar bahwa hijab itu penting baginya. Namun yang bikin aku tambah
penasaran, kenapa cat kukunya berbeda corak dengan yang kemarin?.Dengan
lancarnya dia menjawab bahwa dia menyukai seni dan masih hobi bermain cat kuku.
Seketika itu Lira langsung melontarkan rasa penasarannya
“Kamu lagi dapet kah?”.
“Enggak, kenapa?” Dia menengok
setiap sisi rok abu-abu panjangnya.
“Terus, kamu sholatnya gimana?”.
Dera
mulai bingun, tiba-tiba dia mengajak kami ke taman dan duduk di tempat yang
menurutnya aman. Dia mengatakan bahwa selama ini di belum pernah sholat, dia
belum bisa sholat. Yang dia lakukan selama ini hanya shopping, clubbing, pesta
dan akhirnya dia mengakui bahwa saat ini hijabnya hanya mengikuti tren, bukan
karena dia sadar bahwa hijab sangat penting untuknya.
“Kebanyakan, cowok jaman sekarang itu lebih tertarik dengan cewek
yang pake hijab. Katanya sih, cewek yang pake hijab lebih cantik, dan yang
nggak pake hijab itu norak. Dia nggak ngikutin tren masa kini. Coba pikir deh!
Kalo bukan karena tren, mana mungkin sih cewek liar kayak gue ini langsung
sadar dan mau pake hijab tanpa melalui proses siraman rohani berbulan-bulan atau
pendidikan agama yang bener-bener bisa ngrubah prinsip hidup gue? Jangan ngaco
deh!”.
“Astaghfirullah” Sahutku dan Lira kompak.
“Terus, cowokmu?”
“Cowok gue suka-suka aja tuh kalo gue pake hijab, dia bilang gue
jadi lebih seksi. Dia juga ngasih saran supaya gue ikut audisi atau
casting-casting gitu, dia bilang sekarang produser-produser film juga lagi
nyari cewek-cewek yang berhijab. Kepo-nya udah kan? Gue mau ke ruang guru”.
Mendengar jawaban Dera, aku merasa
bahwa kaum hawa saat ini sedang mempermainkan amanat yang diberikan kepadanya.
Tanpa disadari air mataku mengalir deras. Lira semakin bingung. Dia bingung
kenapa aku menangis. Tapi perlahan dia mengerti penyebabnya. Lira memberiku
saran supaya aku berani menghadap WaKa Sarpras dan WaKa Keagamaan untuk
membicarakan tentang hijab yang sudah menjadi bahan permainan wanita jaman
sekarang. Aku pun mengikuti saran yang diberikan oleh Lira.
_aru_ |
Di ruang WaKa, aku berusaha
menjelaskan tetang permasalahan yang terjadi saat ini. Aku berharap para Wakil
Kepala Sekolah menerima permintaanku supaya menambah kegiatan keagamaan seperti
diadakan siraman rohani setiap dua kali seminggu, diadakan pembiasaan membaca
kitab suci setiap pagi, diadakan pembiasaan sholat dhuha setiap pukul 10.00
bagi yang beragama Islam. Tapi para WaKa belum bisa meng-iya-kan jika Kepala
Sekolah belum menyetuji. Aku kembali termenung. Aku belum tau keputusan
akhirnya, karena Kepala Sekolahku sendiri non muslim.
“Dor! Kaget yaa….”
“Feli! Huft..”
“Mikirin apa sih, cantik?”
“Gini loh fel, aku itu lagi prihatin
sama teman-teman muslimah di sekolah ini, mereka memakai hijab bukan karena
kesadaran diri mereka tetapi karena hijab lagi nge-tren”
“Uuumm.. terus?”
“Aku pengen mereka itu cepet sadar
bahwa hijab itu berfungsi menutup aurat, bukan buat gaya-gayaan doang. Aku
pengen bikin acara di sekolah ini yang isinya mengajak para muslimah berhijab
karena Allah dan tidak meninggalkan kewajiban mereka sebagai seorang muslimah
seperti sholat, puasa, sedekah. Masa’ muslimah berhijab nggak rajin ibadah”
“Ooo bagus tuh! Terus yang non muslim?”
“Yang non muslim juga ada kegiatan
keagamaan sesuai keyakinannya, sekolah kita kan luas. Untuk yang muslim di
barat, yang kristen di timur, yang hindu di utara, yang lainnya di selatan kan
bisa”
“Bagus.. bagus.. acaranya kapan”
“Itu tuh yang bikin aku bingung.
Para WaKa masih menunggu persetujuan dari KepSek. Aku khawatir kalo KepSek
nggak ngasih persetujuan”.
“Aku bantuin deh!”
“Hah?Oh iya ya fel, kan kamu ketua
OSIS di sini! Kenapa nggak kepikiran ya? Haha”
“Huu.. dasar, cantik cantik o’on!”
Akhirnya ada seseorang yang
mendukungku. Lira dan Felli selalu mendukungku. Meskipun Felli bukan seorang
muslim, dia juga bertekad untuk memperkuat pendidikan agama kristen di sekolah.
Dia berusaha menyampaikan ini kepada seluruh anggota organisasi di sekolah.
Mereka setuju dan segera menyusun acara-acaranya, dan KepSek pun menyetujuinya.
Alhamdulilah. Kegiatan
pembiasaan terlaksana pada tanggal 20 Januari 2019, meski awalnya banyak
siswa-siswi yang menyepelekan hal ini dan malas untuk mengikuti pembiasaan,
tapi perlahan mereka terpengaruh dan akhirnya selalu mengikuti pembiasaan ini.Setelah berbulan-bulan acara terlaksana, aku melihat banyak
perubahan di sekitar sekolahku. Sekolah ini menjadi semakin tentram dan indah.
Setiap ruang ibadah di sekolahku selalu ramai dan bersih. Dera yang dulunya
ngaku berhijab tapi nggak sholat sekarang menjadi sekretaris Rohani Islam yang
aktif berjama’ah dan puasa sunnah, jarang ada kerusuhan antar kelas atau bertengkar
karena hal-hal sepele. Nggak ada lagi Princess 74, nggak ada lagi Pangeran 75, nggak
ada lagi Ratu 76, dan nggak ada lagi geng-geng aneh karena semuanya sama yaitu
siswa-siswi SMA Cempaka yang berpendirian kuat dan menghargai perbedaan.