Jumat, 04 Juli 2014

PLURALISMEE






PLURALISMEE


(Beda Pemahaman Makna, Kunci Perdebatan antar Agama di Indonesia Abad Ini)





Pluralismee (pluralisme) memiliki arti beragam pemahaman, secara terminologis pluralismee adalah keberadaan sejumlah kelompok orang dalam satu masyarakat yang berasal dari ras, pilihan politik, dan agama yang berbeda-beda.  Pluralismee dalam Islam memiliki berbagai referensi sejarah dalam peradaban islam karena setiap penaklukan islam pada periode penyebaran islam, para pemimpin islam selalu memberikan ruang besar bagi agama lain untuk berkembang dan diberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya masing-masing sehingga dapat menanamkan kembali kesadaran akan bangsa yang majemuk yang sejalan dengan sejarah peradaban islam dan  sejalan dengan hakikat kemajemukan bangsa Indonesia.
Menurut KH. Hasyim Muzadi terbagi menjadi dua, yaitu :
A.      Pluralismee teologis dan pluralismee sosiologis
1.     Pluralismee teologis adalah melihat kebenaran agama islam sama dengan agama lain. Dalam arti memandang semua agama sama. Namun Islam tidak membenarkan hal ini karena Islam adalah islam dan agama lain adalah agama lain.
2. Pluralismee sosiologis adalah memandang bahwa masyarakat Islam adalah bagian dari masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat suku, ras, agama, ideologi, serta adat yang berbeda-beda dan memiliki kedudukan yang sama di depan hukum yang berlaku.
Meski dengan adanya pluralismee sosiologis, saat ini kesadaran tentang pluralisme masyarakat di Indonesia masih menjadi halangan bersatunya antara pemaham ajaran satu sama lain karena adanya pemahaman makna pluralisme yang berbeda-beda. Dengan tingkat pendidikan yang kurang baik menyebabkan sebagian besar masyarakat di Indonesia kurang kritis dalam menangani suatu informasi. Sebuah kata yang masih rancu pun menjadi masalah atau perdebatan karena belum adanya kemauan untuk mengkaji lebih dalam.
Seperti yang telah terjadi pada tahun lalu, seorang mantan kepala sekolah SD Negeri di Jawa Timur yang beragama kristen menentang siswa-siswinya dan para guru yang beragama Islam melakukan shalat berjama’ah dhuhur dan asar setelah KBM di sekolah. Beliau juga mengklaim bahwa pelajaran tambahan agama Islam di SD Negeri tersebut akan sia-sia dan hanya dapat mengurangi efektifitas jam pelajaran umum, khususnya bagi siswa-siswi kelas VI yang akan mengikuti Ujian Nasional. Para guru dan murid yang merasa keberatan dengan perkataan kepala sekolah langsung menuai aksi protes kepada pimpinan mereka. Namun sang kepala sekolah tetap teguh pada pendiriannya, dan mengatakan bahwa SD Negeri ini adalah SD umum yang pelajarannya harus disesuaikan dengan pelajaran di SD Negeri lainnya. Tidak ada yang dikhususkan, baik agama Islam atau yang lain meskipun 99% mayoritas siswa-siswi dan para guru di SD Negeri tersebut beragama Islam, karena hal itu merupakan aturan yang ditetapkan oleh pimpinan termasuk kepala sekolah yang harus ditaati oleh seluruh guru dan siswa-siswi SD Negeri tersebut. Dengan berbekal bukti dari para saksi yang mendengar ucapan sang kepala sekolah dan sabda Rasulullah :
 “Sesungguhnya orang-orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penentang yang paling keras” [H.R.Al Bukhari dan Muslim],
beberapa guru tidak segan-segan melapor dan meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten dan Departemen Agama Kabupaten untuk segera memutasi kepala sekolah tersebut dan menggantinya dengan kepala sekolah yang seagama karena kepala sekolah SD Negeri tersebut sudah dianggap meremehkan aktifitas umat muslim dan menentang keras agama Islam yang menjadi agama mayoritas para guru dan murid di SD Negeri tersebut.
Bukan hanya dari kalangan sekolah dan masyarakat umum yang memperdebatkan makna pluralismee, bahkan dari kalangan berkedudukan seperti MUI juga memperdebatkan makna dan larangan pluralismee bagi penganut agama Islam. MUI memaknai pluralismee sebagai paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Namun MUI tidak memaknai pluralismee sebagai fatwa yang mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga, karena fatwa tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
Namun diantara perselisihan pasti ada penyelesaian. Tidak sedikit juga masyarakat yang sadar akan makna pluralisme yang sesungguhnya. Mereka menghargai satu sama lain. Saat umat Islam sedang berpuasa, umat Kristen turut menghargai. Dan saat umat Kristen merayakan natal, umat Islam juga menghargainya dengan cara memberi kebebasan bagi mereka yang merayakannya selagi masih berada pada batas norma-norma yang berlaku di Negara.
Hakikatnya, perbedaan merupakan anugerah dari Allah ‘Azza wa Jalla yang diberikan kepada manusia. Dialah yang mengetahui rahasia di balik perbedaan yang dikehendaki-Nya. Tak terkecuali ‘perbedaan pendapat’ yang menjadi pembahasan saat ini.
Dalam Al-Quran, Allah SWT befirman:
“Dan sekiranya Rabbmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia ummat yang satu, namun mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Dan kalimat (keputusan) Rabbmu telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.”(QS. Hud (11) ayat 118-119)

Tidak ada komentar: