(Beda Pemahaman Makna, Kunci Perdebatan antar Agama di Indonesia Abad Ini)
Pluralismee (pluralisme)
memiliki arti beragam pemahaman, secara terminologis pluralismee adalah
keberadaan sejumlah kelompok orang dalam satu masyarakat yang berasal dari ras,
pilihan politik, dan agama yang berbeda-beda.
Pluralismee dalam Islam memiliki berbagai referensi sejarah dalam
peradaban islam karena setiap penaklukan islam pada periode penyebaran islam,
para pemimpin islam selalu memberikan ruang besar bagi agama lain untuk
berkembang dan diberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya masing-masing
sehingga dapat menanamkan kembali kesadaran akan bangsa yang majemuk yang
sejalan dengan sejarah peradaban islam dan
sejalan dengan hakikat kemajemukan bangsa Indonesia.
Menurut KH. Hasyim
Muzadi terbagi menjadi dua, yaitu :
A. Pluralismee teologis dan pluralismee sosiologis
1. Pluralismee
teologis adalah melihat kebenaran agama islam sama dengan agama lain. Dalam
arti memandang semua agama sama. Namun Islam tidak membenarkan hal ini karena
Islam adalah islam dan agama lain adalah agama lain.
2. Pluralismee
sosiologis adalah memandang bahwa masyarakat Islam adalah bagian dari
masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat suku, ras, agama, ideologi, serta
adat yang berbeda-beda dan memiliki kedudukan yang sama di depan hukum yang
berlaku.
Meski dengan adanya pluralismee
sosiologis, saat ini kesadaran tentang pluralisme masyarakat di Indonesia masih
menjadi halangan bersatunya antara pemaham ajaran satu sama lain karena adanya
pemahaman makna pluralisme yang berbeda-beda. Dengan tingkat pendidikan yang
kurang baik menyebabkan sebagian besar masyarakat di Indonesia kurang kritis
dalam menangani suatu informasi. Sebuah kata yang masih rancu pun menjadi
masalah atau perdebatan karena belum adanya kemauan untuk mengkaji lebih dalam.
Seperti yang telah
terjadi pada tahun lalu, seorang mantan kepala sekolah SD Negeri di Jawa Timur
yang beragama kristen menentang siswa-siswinya dan para guru yang beragama
Islam melakukan shalat berjama’ah dhuhur dan asar setelah KBM di sekolah.
Beliau juga mengklaim bahwa pelajaran tambahan agama Islam di SD Negeri
tersebut akan sia-sia dan hanya dapat mengurangi efektifitas jam pelajaran umum,
khususnya bagi siswa-siswi kelas VI yang akan mengikuti Ujian Nasional. Para
guru dan murid yang merasa keberatan dengan perkataan kepala sekolah langsung
menuai aksi protes kepada pimpinan mereka. Namun sang kepala sekolah tetap
teguh pada pendiriannya, dan mengatakan bahwa SD Negeri ini adalah SD umum yang
pelajarannya harus disesuaikan dengan pelajaran di SD Negeri lainnya. Tidak ada
yang dikhususkan, baik agama Islam atau yang lain meskipun 99% mayoritas
siswa-siswi dan para guru di SD Negeri tersebut beragama Islam, karena hal itu
merupakan aturan yang ditetapkan oleh pimpinan termasuk kepala sekolah yang harus
ditaati oleh seluruh guru dan siswa-siswi SD Negeri tersebut. Dengan berbekal
bukti dari para saksi yang mendengar ucapan sang kepala sekolah dan sabda
Rasulullah :
“Sesungguhnya orang-orang yang paling
dibenci oleh Allah adalah penentang yang paling keras” [H.R.Al Bukhari dan Muslim],
beberapa guru tidak segan-segan melapor dan meminta
kepada Dinas Pendidikan Kabupaten dan Departemen Agama Kabupaten untuk segera
memutasi kepala sekolah tersebut dan menggantinya dengan kepala sekolah yang
seagama karena kepala sekolah SD Negeri tersebut sudah dianggap meremehkan aktifitas
umat muslim dan menentang keras agama Islam yang menjadi agama mayoritas para
guru dan murid di SD Negeri tersebut.
Bukan hanya dari
kalangan sekolah dan masyarakat umum yang memperdebatkan
makna pluralismee, bahkan dari kalangan berkedudukan seperti MUI juga
memperdebatkan makna dan larangan pluralismee bagi penganut agama Islam. MUI
memaknai pluralismee sebagai paham
yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar
sedangkan agama yang lain salah. Namun
MUI tidak memaknai pluralismee sebagai fatwa yang mengajarkan bahwa semua
pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di
surga, karena fatwa tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
Namun diantara
perselisihan pasti ada penyelesaian. Tidak sedikit juga masyarakat yang sadar
akan makna pluralisme yang sesungguhnya. Mereka menghargai satu sama lain. Saat
umat Islam sedang berpuasa, umat Kristen turut menghargai. Dan saat umat
Kristen merayakan natal, umat Islam juga menghargainya dengan cara memberi
kebebasan bagi mereka yang merayakannya selagi masih berada pada batas
norma-norma yang berlaku di Negara.
Hakikatnya, perbedaan merupakan anugerah dari
Allah ‘Azza wa Jalla yang diberikan kepada manusia. Dialah yang mengetahui
rahasia di balik perbedaan yang dikehendaki-Nya. Tak terkecuali ‘perbedaan pendapat’ yang menjadi pembahasan saat ini.
Dalam Al-Quran, Allah SWT befirman:
“Dan sekiranya Rabbmu menghendaki, niscaya
Dia menjadikan manusia ummat yang satu, namun mereka senantiasa berselisih
pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah
Allah menciptakan mereka. Dan kalimat (keputusan) Rabbmu telah ditetapkan:
Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia (yang
durhaka) semuanya.”(QS. Hud (11) ayat 118-119)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar